BAB
I
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG
Peningkatan
mutu pendidikan di sekolah perlu didukung kemampuan manajerial kepala sekolah.
Sekolah perlu berkembang maju dari tahun ke tahun. Karena itu hubungan baik
antar guru perlu diciptakan agar terjalin iklim dan suasana kerja yang kondusif
dan menyenangkan. Demikian penataan penampilan fisik dan manajemen sekolah
perlu dibina agar sekolah menjadi lingkungan pendidikan yang dapat menumbuhkan
kreatifitas , disiplin dan, semangat belajar siswa didik. Dalam kerangka inilah
dirasakan perlunya implementasi manajemen berbasi sekolah.
Untuk
mengimplementasikan majemen yang ada di sekolah
secara efektif dan evisien, kepala sekolah perlu memiliki pengehtahuan
kepemimpinan, perencanaan dan pandangan yang luas tentang sekolah dan
pendidikan. Wibawa kepala sekolah harus ditumbuh kembangkan dengan meningkatkan
sikap kepedulian, semangat belajar, disiplin kerja keteladanan dan hubungan
manusiawi sebagai modal perwujudan iklim kerja yang kondusif.
Oleh
sebab itu penulis mencoba mengurai beberapa bagian dari manajemen yang ada di
sekolah, antara lain; pendekatan dalam manajemen, manajemen adalah kerjasama
orang-orang, manajemen sebagai suatu proses, manajemen sebagai suatu sistem,
manajemen sebagai suatu pengelolaan, kepemimpinan dalam manajemen, komunikasi
dalam manajemen, dan tantangan manajemen pendidikan.
B.
RUMUSAN
MASALAH
Dari
uraian latar belakang diatas dapatlah kita merumuskan yang akan kita bahas pada
makalah ini, yakni;
1. Apa
saja pendekatan dalam manajemen pendidikan?
2. Apa
yang dimaksud manajemen adalah kerjasama orang-orang?
3. Apa
yang dimaksud manajemen sebagai suatu proses?
4. Apa
yang dimaksud manajemen sebagai suatu sistem?
5. Apa
yang dimaksud manajemen sebagai pengelolaan?
6. Apa
yang dimaksud kepemimpinan dalam manajemen?
7. Apa
yang dimaksud komunikasi dalam manajemen?
8. Apa
saja tantangan manajemen pendidikan?
C.
TUJUAN
Tujuan
dari pembuatan makalah ini adalah agar pembaca dapat lebih menahami tentang;
1. Memahami
tentang pendekatan dalam manajemen pendidikan.
2. Memahami
tentang manajemen adalah kerjasama orang-orang.
3. Memahami
tentang manajemen sebagai suatu proses.
4. Memahami
tentang manajemen sebagai suatu sistem.
5. Memahami
tentang manajemen sebagai pengelolaan.
6. Memahami
tentang kepemimpinan dalam manajemen.
7. Memahami
tentang komunikasi dalam manajemen.
8. Memahami
tentang tantangan manajemen pendidikan
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
PENDEKATAN
DALAM MANAJEMEN PENDIDIKAN
Berikut ini
merupakan teori Pendekatan Manajemen Menurut Harold Koontz.
1.
Pendekatan berdasarkan kebiasaan
Pendekatan ini berupaya untuk
mengembangkan pemahaman ulang manajemen melalui pembelajaran pengalaman dari
para manajer yang lalu, yang biasanya dicapai melalui sejumlah kasus dan suatu
transfer tentang pelajaran-pelajaran yang dapat ditarik dari pengalaman.
2. Pendekatan
berdasarkan perilaku individu
Pendekatan ini mempelajari manajemen
dengan jalan memusatkan perhatian pada hubungan-hubungan antar perorangan
didalam organisasi-organisasi dengan fokus pada para individu dan motivas
mereka.
3. Pendekatan
berdasarkan perilaku kelompok
Pendekatan
ini memusatkan perhatian pada studi tentang pola-pola perilaku kelompok didalam
organisasi dan bukan pada hubungan-hubungan antar perorangan mereka.
4. Pendekatan
berdasarkan kerjasama sosial
Pendekatan
ini gabungan antar pendekatan individu dan kelompok dengan jalan mempelajari
perilaku antarmanusia sebagai sistem-sistem sosial yang mengaitkan dua orang atau
lebih bersama-sama dalam upaya mereka mencapai tujuan-tujuan bersama tertentunya.
5. Pendekatan
sosioteknik
Pendekatan
ini menekankan perlu dipertimbangkannya sistem-sistem sosial dan sistem teknik
secara simultan dalam praktik manajemen, mengingat bahwa sistem teknik
mempunyai pengaruh besar atas sistem sosial organisasi.
6. Pendekatan teori keputusan
Pendekatan
ini menerapkan pengambilan keputusan sebagai sebuah tanggung jawab utama semua
manejer, dan difokuskannya perhatian pada pengembangan pemikiran manajemen
sekitar proses pengambilan keputusan.
7. Pendekatan pusat komunikasi
Pendekatan
ini mempelajari bagian-bagian interdepen dan dari organisasi-organisasi, sewaktu mereka berinteraksi dan dipengaruhi
oleh lingkungan mereka.
8. Pendekatan matematis
Pendekatan
ini memandang manajemen sebagai sebuah proses yang dapat melalui model-model
matematikal yang menyatakan elemen-elemen dasar suatu problem dan yang dapat
menyediakan alat-alat untuk mengevaluasi solusi problem tersebut.
9. Pendekatan situasional
Pendekatan
ini mempelajari perilaku manajerial sebagai suatu reaksi terhadap sekelompok
keadaan tertentu, dalam upaya mencapai sejumlah praktik-praktik manajemen yang
dianggap paling tepat guna menghadapi situasi tertentu.
10. Pendekatan sumber daya manusia
Menurut
pendekatan ini manajemen dipelajari dengan sumber daya manusia sebagai dasar
kajian atau tinjauan. Pendekatan ini mempelajari mengenai masalah individu,
kelompok dan lingkungan agar dapat menjadi motivasi untuk meningkatkan
produktivitas.
11. Pendekatan kombinasi
Pendekatan ini berupaya untuk
menyatukan konsep-konsep, prinsip-prinsip, teori dan teknik-teknik, yang
menjadi landasan praktik manajemen, dengan jalan mengaitkan mereka dengan
fungsi-fungsi para manejer.
B.
MANAJEMEN
ADALAH KERJASAMA ORANG-ORANG
Untuk
mencapai tujuan sekolah yang telah dirumuskan yang membutuhkan berbagai
keahilan dalam berbagai bidang pendidikan, secara internal sebuah sekolah yang
ingin berkualitas membutuhkan orang-orang yang memiliki keahlian seperti kepala
sekolah sebagai direktur, guru yang memiliki keahlian menejemen kelas yang
baik, tenaga bimbingan konseling, ketatusahaan yang memiliki ketrampilan dalam
system manajemen informasi dan administrasi, perpustakaan membutuhkan
pustakawan yang dapat mengelola perpustakaan secara efektif dan kreatifitas
untuk menghidupkan suasana agar banyak dikunjungi siswa, laboran yang harus
bisa mengelola penggunaan waktu, memelihara serta memanfaatkan alat dengan
berdayaguna.
C.
MANAJEMEN
SEBAGAI SUATU PROSES
Manajemen dikatakan sebagai
suatu proses (management as a process) adalah
serangkaian tahap kegiatan yang diarahkan pada pencapaian suatu tujuan dan pemanfaatan semaksimal mungkin sumber-sumber yang tersedia dengan melibatkan bimbingan atau pengarahan suatu kelompok orang-orang kearah
tujuan-tujuan organisasi atau maksud-maksud yang nyata.
D.
MANAJEMEN
SEBAGAI SUATU SISTEM
Manajemen dikatakan sebagai
suatu sistem (management as a system) adalah kerangka kerja yang terdiri dari
beberapa komponen/bagian, secara keseluruhan saling berkaitan dan diorganisir
sedemikian rupa dalam rangka mencapai tujuan organisasi. Dengan
kata lain jika komponen dalam suatu manajemen tersebut tidak bekerja secara
maksiamal maka akan menggangu komponen yang lainnya yang juga akan berpengaruh
pada hasil yang pasti kurang maksiamal.
E.
MANAJEMEN
SEBAGAI PENGELOLAAN
Pengelolaan
pada dasarnya adalah pengendalian dan pemanfaatan semua sumber daya yang
menurut suatu perencanaan diperlukan untuk atau penyelesaian suatu tujuan kerja
tertentu. Irawan (1997: 5) mendefenisikan bahwa: “Pengelolaan sama dengan
manajemen yaitu penggerakan, pengorganisasian dan pengarahan usaha manusia
untuk memanfaatkan secara efektif material dan fasilitas untuk mencapai suatu
tujuan.”
Jika kita
melihat manajemen sebagai pengelolaan akan terlihat adanya pengaturan atau
pengelolaan sumberdaya yang dimiliki dalam sekolah atau sumberdaya yang harus
ada untuk pencapaian tujuan yang telah ditetapkan. Sumberdaya tersebut harus
harus dimanfaatkan seefisien dan seefektif mungkin.
F.
KEPEMIMPINAN
DALAM MANAJEMEN
1.
Definisi
kepemimpinan
Menurut Young (dalam Kartono, 2003),
Kepemimpinan yaitu
bentuk dominasi yang didasari atas kemampuan pribadi yang sanggup mendorong
atau mengajak orang lain untuk berbuat sesuatu yang berdasarkan penerimaan oleh
kelompoknya, dan memiliki keahlian khusus yang tepat bagi situasi yang khusus.
Menurut Hemhill & Coon (1995),
Kepemimpinan adalah perilaku dari seorang individu yang memimpin
aktifitas-aktifitas suatu kelompok kesuatu tujuan yang ingin dicapai bersama
(shared goal).
Sedangkan, Oteng
Sutisna (1983): mengemukakan bahwa kepemimpinan adalah kemampuan mengambil
inisiatif dalam situasi sosial untuk menciptakan bentuk dan prosedur baru,
merancang dan mengatur perbuatan, dan dengan berbuat begitu membangkitkan
kerjasama ke arah tercapainya tujuan.
2.
Gaya
kepemimpinan
Menurut Thoha (1995)
gaya kepemimpinan merupakan norma perilaku yang digunakan seseorang pada saat
orang tersebut mencoba mempengaruhi perilaku orang lain seperti yang ia lihat.
a. Pendekatan
sifat
Pendekatan
ini beranggapan bahwa pemimpin itu dilahirkan (given) bukan dilatih atau diasah.
Kepemimpinan terdiri atas atribut tertentu yang melekat pada diri pemimpin,
atau sifat personal, yang membedakan pemimpin dari pengikutnya. Sebab itu,
pendekatan sifat juga disebut teori kepemimpinan orang-orang besar.
Peter G. Northouse menyimpulkan
bahwa sifat-sifat yang melekat pada diri seorang pemimpin yang melakukan
kepemimpinan (menurut pendekatan sifat)
adalah sifat-sifat kualitatif
sebagai berikut:
1) Intelijensi. Pemimpin cenderung punya
intelijensi dalam hal kemampuan bicara, menafsir, dan bernalar yang lebih kuat
ketimbang yang bukan pemimpin.
2) Kepercayaan
Diri. Kepercayaan
diri adalah keyakinan akan kompetensi dan keahlian yang dimiliki, dan juga
meliputi harga diri serta keyakinan diri.
3) Determinasi. Determinasi adalah hasrat
menyelesaikan pekerjaan yang meliputi ciri seperti berinisiatif, kegigihan,
mempengaruhi, dan cenderung menyetir.
4) Integritas.
Integritas adalah kualitas kujujuran dan dapat dipercaya.
Integritas membuat seorang pemimpin dapat dipercaya dan layak untuk diberi
kepercayaan oleh para pengikutnya.
5) Sosiabilitas.
Sosiabilitas adalah kecenderungan pemimpin untuk menjalin hubungan
yang menyenangkan.
Sementara itu, secara kuantitatif,
pendekatan sifat memilah indikator kepemimpinan yang juga dikenal sebagai The
Big Five Personality Factors sebagai berikut:
1) Neurotisisme.
Kecenderungan menjadi depresi, gelisah, tidak aman, mudah
diserang, dan bermusuhan;
2) Ekstraversi.
Kecenderungan menjadi sosiabel dan tegas serta punya semangat positif;
3) Keterbukaan.
Kecenderungan menerima masukan, kreatif, berwawasan, dan punya rasa ingin tahu;
4) Keramahan.
Kecenderungan untuk menerima, menyesuaikan diri, bisa dipercaya, dan mengasuh;
dan
5) Kecermatan. Kecenderungan
untuk teliti, terorganisir, terkendali, dapat diandalkan, dan bersifat
menentukan.
b. Pendekatan
prilaku
Pendekatan perilaku
atau yang biasa disebut sebagai pendekatan gaya kepemimpinan berfokus pada apa yang benar-benar dilakukan
oleh pemimpin dan bagaimana cara mereka bertindak. Pendekatan ini menganggap
kepemimpinan apapun selalu menunjukkan dua perilaku umum: (1) Perilaku Kerja, dan (2) Perilaku Hubungan.
Perilaku
kerja memfasilitasi tercapainya tujuan: Mereka membantu anggota
kelompok mencapai tujuannya. Sedangkan Perilaku
hubungan membantu bawahan untuk merasa nyaman baik dengan diri sendiri,
dengan orang lain, maupun dengan situasi dimana mereka berada.
Tujuan utama pendekatan ini adalah menjelaskan bagaimana pemimpin mengkombinasikan kedua
jenis perilaku (kerja dan hubungan) guna mempengaruhi bawahan dalam upayanya
mencapai tujuan organisasi.
Pendekatan ini secara singkat direpresentasikan
oleh tiga riset yang satu sama lain berbeda. Riset-riset tersebut diantaranya
sebagai berikut:
1)
Study
Kepemimpinan Universitas OHIO
Kelompok
riset di OHIO State University yakin bahwa dengan memposisikan
kepimpinan sebagai sifat personal akan kurang berhasil dalam menganalisis
fenomena kepemimpinan. Para peneliti menemukan bahwa tanggapan bawahan atas
pimpinan mengelompok pada dua tipe umum perilaku pimpinan.
Pertama, struktur prakarsa yaitu sejauh mana
seorang pemimpin mendefinisikan serta menentukan peran-peran para bawahan dalam
rangka merancang dan memenuhi tujuan di area pertanggungjawabannya. Gaya ini menekankan pengarahan kegiatan
pekerja dalam tim ataupun individu lewat perencanaan, pengkomunikasian,
penjadualan, penugasan pekerjaan, penekanan deadline, dan pemberian
perintah. Pemimpin memelihara standard kinerja yang ketat dan berharap
bawahan memenuhinya.
Kedua,
perilaku perhatian adalah sejauh mana pemimpin punya hubungan dengan
bawahan yang dicirikan oleh sikap saling percaya, jalinan komunikasi dua arah,
respek pada gagasan pekerja, dan empati atas perasaan mereka. Gaya ini
menekankan pada pemuasan kebutuhan psikologis pekerja.
2)
Study
Kepemimpinan Universitas Michigan
Titik
tekan riset di University of Michigan adalah eksplorasi perilaku
kepemimpinan, yang memberikan perhatian khusus utamanya pada dampak perilaku
pemimpin atas kinerja suatu kelompok kecil.
Riset
di University of Michigan mengidentifikasi dua jenis perilaku kepemimpinan.
Pertama, orientasi pekerja yaitu perilaku pemimpin yang mendekati
bawahan dengan penekanan hubungan manusia yang kuat. Mereka menaruh perhatian
pada pekerja sebagai makhluk hidup, menghargai individualitas mereka, dan
memberi perhatian khusus atas kebutuhan pribadi mereka. Kedua, orientasi
produksi, terdiri atas perilaku pemimpin yang menekankan pada aspek teknis
dan produksi dari suatu pekerjaan. Dari orientasi ini, pekerja dilihat sebagai
alat guna menyelesaikan pekerjaan.
3)
Blake and Mouton Grid
(Kisi-kisi Blake dan Mouton)
Robert
R. Blake and Jane S. Mouton tahun 1991 mengembangkan suatu grid
(kisi-kisi) kepemimpinan guna menunjukkan bahwa pemimpin dapat membantu
organisasi mencapai tujuannya lewat dua orientasi, yaitu : (1) Perhatian
atas Produksi dan (2) Perhatian atas orang. Kedua orientasi ini
mencerminkan kembali perilaku kerja dan perilaku hubungan seperti
terjadi di riset OHIO State University.
Dengan
menggunakan grid (kisi-kisi), Blake dan Mouton menciptakan
gaya kepemimpinan. Gaya-gaya tersebut adalah:
a) Gaya Taat Otoritas (Authority-Compliance)
Gaya
ini menggambarkan pemimpin yang dikendalikan oleh pencapaian hasil atau target,
dengan sedikit atau bahkan tidak ada perhatian pada manusia kecuali dalam
rangka keterlibatan mereka dalam menyelesaikan pekerjaan.
b) Gaya Country-Club
Gaya
country-club menggambarkan pemimpin dengan perhatian tinggi pada
orang tetapi rendah perhatiannya pada hasil atau produksi. Pemimpin ini fokus
pada pemenuhan kebutuhan pekerja sebagai manusia dan penciptaan lingkungan yang
kondusif dalam pekerjaan.
c) Gaya Lemah (Impoverished Management)
Gaya
lemah menggambarkan pimpinan yang punya sedikit
perhatian baik atas orang ataupun produksi. Pemimpin bergaya ini berlaku
sebagai pemimpin tetapi sesungguhnya terasing dan tidak melibatkan diri dalam
organisasi.
d) Gaya Middle-of-the-Road (Gaya Jalan Tengah)
Gaya jalan
tengah menggambarkan pemimpin yang kompromistik, yang punya
perhatian menengah atas pekerjaan dan perhatian tengah atas orang-orang yang
melakukan pekerjaan. Gaya kepemimpinan ini kerap digambarkan sebagai orang yang
bijaksana, lebih suka berada di tengah, samar pendirian dalam minat atas
kemajuan organisasi, dan sulit menyatakan ketidaksetujuannya di hadapan
pekerja.
e) Gaya Manajemen Tim
Gaya
manajemen tim memberi tekanan seimbang, baik pada pekerjaan ataupun
hubungan antarpersonal. Gaya ini mendorong derajat partisipasi dan kerja tim
yang tinggi di dalam organisasi sehingga mampu memuaskan kebutuhan dasar
pekerja agar mereka tetap merasa terlibat dan punya komitmen kuat dalam
pekerjaannya.
f) Paternalistik/Maternalistik
Gaya paternalistik/maternalistik
merupakan gaya taat otoritas
yang berubah menjadi gaya country-club bergantung pada situasi tertentu.
Pemimpin memandang pekerja tidak terkait dengan pencapaian tujuan organisasi.
g) Oportunis
Gaya oportunis merujuk
pada pemimpin yang secara oportunistik yang menggunakan aneka kombinasi dari
keseluruhan gaya guna meningkatkan karier mereka.
c. Pendekatan
situasioanal
Pendekatan ini dikembangkan
oleh Paul Hersey and Kenneth H. Blanchard tahun 1969. Pendekatan ini
berfokus pada fenomena kepemimpinan di dalam suatu situasi yang unik. Pendekatan
ini menekankan bahwa
kepemimpinan terdiri atas dimensi arahan dan dimensi dukungan.
Setiap dimensi harus diterapkan secara tepat dengan memperhatikan situasi yang
berkembang.
1) Teori
Kepemimpinan Kontigensi
Teori ini dikembangkan
oleh Fiedler and Chemers (1967). Teori kepemimpinan ini disebut sebagai teori
kontingensi karena teori ini beranggapan bahwa kontribusi pemimpin terhadap
efektifitas kinerja kelompok tergantung pada cara atau gaya kepemimpinan
(leadership style) dan kesesuaian situasi (the favourableness of the situation)
yang dihadapinya.
Menurut Fiedler, ada
tiga faktor utama yang mempengaruhi kesesuaian situasi yang selanjutnya
mempengaruhi keefektifan pemimpin. Ke tiga faktor tersebut antara lain:
a) Hubungan
antara pemimpin dan bawahan (leader-member relations),
b) Struktur
tugas (the task structure) dan
c) Kekuatan
posisi (position power).
2) Teori
Kepemimpinan Situasional
Teori ini merupakan
teori kepemimpinan yang didasarkan pada hubungan antara tiga faktor, yaitu
perilaku tugas (Task Behavior),
perilaku hubungan (Relationship behavior),
dan kematangan (Maturity).
Perilaku tugas (Task Behavior) merupakan pemberian
petunjuk oleh pemimpin terhadap anak buah meliputi penjelasan tertentu, apa
yang harus dikerjakan, bilamana, dan bagaimana mengerjakannya, serta mengawasi
mereka secara ketat. Perilaku hubungan (Relationship
behavior) merupakan ajakan yang disampaikan oleh pemimpin melalui
komunikasi dua arah yang meliputi mendengar dan melibatkan anak buah dalam pemecahan
masalah. Sedangkan kematangan (Maturity)
adalah kemampuan dan kemauan anak buah dalam mempertanggungjawabkan pelaksanaan
tugas yang dibebankan kepadanya.
Gaya kepemimpinan yang
tepat untuk diterapkan dalam keempat tingkat kematangan anak buah dan kombinasi
yang tepat antara perilaku tugas dan perilaku hubungan sebagai berikut:
a) Gaya Telling (Pemberitahu); adalah
gaya pemimpin yang selalu memberikan instruksi yang jelas, arahan yang rinci,
serta mengawasi pekerjaan dari jarak dekat.
b) Gaya Selling (Penjual); adalah
gaya pemimpin yang menyediakan pengarahan, mengupayakan komunikasi dua-arah,
dan membantu membangun motivasi dan rasa percaya diri pekerja.
c)
Gaya
Participating (Partisipatif); adalah gaya pemimpin yang mendorong
pekerja untuk saling berbagi gagasan dan sekaligus memfasilitasi pekerjaan
bawahan dengan semangat yang mereka tunjukkan.
d)
Gaya Delegating
(Pendelegasi); adalah gaya pemimpin yang cenderung mengalihkan
tanggung jawab atas proses pembuatan keputusan dan pelaksanaannya.
3.
Kepemimpinan
dalam peningkatan kinerja
Dalam
rangka melaksanakan Manajemen Berbasis Sekolah, kepala sekolah sebagai pemimpin
harus memiliki berbagai kemampuan diantaranya yang berkaitan dengan:
a.
Pembinaan
disiplin
Taylor
and user (1982) mengemukakan strategi umum membina disiplin, sebagai berikut:
Konsep diri; strategi ini menekankan bahwa konsep-konsep
diri setiap individu merupakan faktor penting dari setiap perilaku.
Keterampilan
berkomunikasi; pemimpin harus menerima semua
perasaan pegawai dengan teknik komunikasi yang dapat menimbulkan kepatuhan dalm
dirinya.
Konsekuensi-konsekuensi logis dan alam;
perilaku-perilaku yang salah terjadi karena pegawai telah mengembangkan
kepercayaan yang salah terhadap dirinya.
Klasifikasi nilai;
strategi ini dilakukan untuk membantu pegawai dalam menjawab pertanyaannya
sendiri tentang nilai-nilai dan membentuk sistem nilainya sendiri.
Latihan keefektifan
pemimpin; metode ini bertujuan untuk
menghilangkan metode refresif dan kekuasaan.
Terapi realitas;
pemimpin perlu bersikap positif dan bertanggung-jawab.
b.
Pembangkitan
motivasi
Callahan
and Clark (1988) mengemukakan bahwa motivasi adalah tenaga pendorong atau
penarik yang menyebabkan adanya tingkah laku ke arah tujuan tertentu.
Ada
dua jenis motivasi, yaitu motivasi intrinsik dan motivasi ekstinsik (Owen, Cs.
1981). Motivasi intrinsik adalah motivasi yang datang dari dalam diri
seseorang. Sedangkan motivasi ekstrinsik adalah motivasi yang berasal dari
lingkungan di luar diri seseorang.
c.
Penghargaan
Penghargaan
(rewards) sangat penting untuk
meningkatkan kegiatan yang produktif dan mengurangi kegiatan yang kurang
produktif. Dengan penghargaan, pegawai akan terangsang untuk meningkatkan
kinerja yang positif dan produktif.
4.
Kepemimpinan
kepala sekolah yang efektif
Kinerja
kepemimpinan kepala sekolah dalam kaitannya dengan MBS adalah segala upaya yang
dilakukan dan hasil yang dapat dicapai oleh kepala sekolah dalam
mengimplementasikan MBS di sekolahnya untuk mewujudkan tujuan pendidikan secara
efektif dan efisien.
Pidarta
(1988) mengemukakan tiga macam keterampilan yang harus dimiliki oleh kepala
sekolah untuk menyukseskan kepemimpinannya. Ketiga keterampilan tersebut
diantaranya:
a. Keterampilan
konseptual yaitu keterampilan untuk memahami dan mengoperasikan organisasi;
b. Keterampilan
manusiawi yaitu keterampilan untuk bekerjasama, memotivasi, dan memimpin; serta
c. Keterampilan
teknik yaitu keterampilan dalam menggunakan pengetahuan, metode, teknik, serta
perlengkapan untuk menyelesaikan tugas tertentu.
G.
KOMUNIKASI
DALAM MANAJEMEN
Komunikasi dalam
manajemen dibagi menjadi dua, yaitu komunikasi intern dan komunikasi ekstern.
1.
Komunikasi
Intern
Menurut Brennan (dalam
Effendy 2009:122) “komunikasi internal adalah pertukaran gagasan diantara para
administrator dan pegawai dalam suatu organisasi atau instansi yang menyebabkan
terwujudnya organisasi tersebut lengkap dengan strukuturya yang khas dan
pertukaran gagasan secara horizontal dan vertikal dalam suatu organisasi yang
menyebabkan pekerjaan berlansung (operasi manajemen).
a.
Dasar,
Tujuan, dan Manfaat Komunikasi Intern
Tujuan dari
komunikasi intern adalah agar setiap personil sekolah dapat bekerja dengan
tenang dan menyenangkan serta terdorong untuk berprestasi dengan baik dan
mengerjakan tugas dengan penuh kesadaran (Sutomo dkk, 2006).
b.
Prinsip
Komunikasi
Prinsip-prinsip yang harus diperhatikan
kepala sekolah antara lain:
1)
Bersikap terbuka, tidak memaksakan
kehendak, tapi bertindak sebagai fasilitator yang mendorong suasana demokratis
dan kekeluargaan.
2)
Mendorong guru untuk mau dan mampu
mengemukakan pendapatnya dalam memecahkan suatu masalah, dan mendorong supaya
guru mau melaksanakan aktifitas dan berkreatifitas.
3)
Mengembangkan kebiasaan untuk
berdiskusi secara terbuka dan mendengarkan pendapat orang lain.
4)
Mendorong para guru dan pegawai
untuk mengambil keputusan yang terbaik dan menaati keputusan itu.
5)
Berlaku sebagai pengarah, pengatur
pembicaraan, perantara, dan pengambil kesimpulan secara redaksional. (Sutomo
dkk, 2006)
c.
Memecahkan
masalah bersama di Sekolah
Dengan adanya
komunikasi anatar warga sekolah maka dapat diharapkan dapat membantu memecahkan
masalah- masalah yang timbul di sekolah. Karena adanya pertukaran gagasan antar
warga sekolah membuat gagasan satu dengan yang lain saling melengkapi sehingga
menimbulkan solusi yang terbaik bagi masalah yang tengah terjadi disekolah.
2.
Komunikasi
Ekstern
Menurut Effendy (2009:
128), “Komunikasi eksternal ialah komunikasi antara pimpinan organisasi atau
instansi dengan khalayak diluar organisasi”. Sedangkan menurut
Mulyasa (2002) komunikasi ekstern merupakan bentuk hubungan sekolah dengan
lingkungan eksternal di sekitarnya, untuk mendapatkan masukan dari
lingkungannya berkaitan dengan kegiatan-kegiatan yang dilakukan di sekolah.
a.
Hubungan
Sekolah dengan Orang Tua
Hubungan sekolah dengan orang tua
siswa dapat dijalin melalui berbagai cara yaitu adanya kesamaan tanggung jawab
dan adanya kesamaan tujuan. (Sutomo dkk, 2006).
1)
Tujuan hubungan sekolah dengan orang
tua siswa:
a)
Saling membantu dan saling isi
mengisi, dengan memahami kekurangan dan kelemahan anak, guru, dan orang tua
siswa dapat bersama-sama membinanya.
b)
Bantuan uang dan barang, baik secara
perorangan maupun melalui lembaga yang disebut BP3.
c)
Untuk mencegah perbuatan yang kurang
baik.
d)
Bersama-sama membuat rencana yang
baik untuk sang anak, misalnya mengembangkan bakat olah raga, musik, seni tari,
seni lukis dan sebagainya. (Sutomo dkk, 2006)
2)
Cara menjalin hubungan sekolah
dengan orang tua
a)
Melalui dewan sekolah (Komite
Sekolah).
b)
Melalui BP3, BP3 adalah organisasi
orang tua siswa yang bertugas dan berfungsi untuk memberikan bantuan
penyelenggaraan pendidikan di sekolah.
c)
Melalui pertemuan penyerahan buku
laporan pendidikan.
d)
Melalui ceramah ilmiah, yang
membahas masalah yang berkaitan dengan peningkatan prestasi siswa. (Mulyasa,
2002)
b.
Hubungan
Sekolah dengan Masyarakat
Sekolah merupakan lembaga formal
yang diserahi tugas untuk mendidik, melatih serta membimbing generasi muda bagi
peranannya di masa depan, sementara masyarakat merupakan pengguna jasa
pendidikan.
1) Tujuan Hubungan
antara sekolah dengan masyarakat
a) Berdasarkan
kepentingan sekolah memelihara kelangsungan hidup sekolah meningkatkan mutu
pendidikan sekolah, memperlancar kegiatan belajar mengajar, memperoleh bantuan
dan dukungan masyarakat.
b) Berdasarkan
kepentingan masyarakat memajukan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat memperoleh
masukan dari sekolah dalam memecahkan masalah yang dihadapi masyarakat menjamin
relevansi program sekolah dengan kebutuhan dan perkembangan masyarakat memperoleh
kembali anggota masyarakat yang terampil dan makin
meningkat kemampuannya. (Sutomo dkk, 2006)
2) Bidang
kerjasama sekolah dengan masyarakat
Hubungan sekolah dengan masyarakat
antara lain lewat bidang pendidikan, kesenian, olah raga dan keterampilan serta
pendidikan bagi anak berkelainan.
H.
TANTANGAN
MANAJEMEN PENDIDIKAN
Menurut Ali
Idrus, (2011:4) dunia pendidikan Indonesia, saat ini, setidaknya menghadapi
empat tantangan besar yang kompleks, yaitu:
1. Tantangan
untuk meningkatkan nilai tambah (added value), yaitu: bagaimana meningkatkan
nilai tambah dalam rangka meningkatkan produktivitas, pertumbuhan dan
pemerataan ekonomi, sebagai upaya untuk memelihara dan meningkatkan pembangunan
yang berkelanjutan.
2. Tantangan
untuk melakukan pengkajian secara komprehensif dan mendalam terhadap terjadinya
transformasi (perubahan) struktur masyarakat, dari masyarakat yang agraris ke
masyarakat industri yang menguasai teknologi dan informasi, yang implikasinya
pada tuntutan dan pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM).
3. Tantangan
dalam persaingan global yang semakin ketat, yaitu bagaimana meningkatkan daya
saing bangsa dalam meningkatkan karya-karya yang bermutu dan mampu bersaing
sebagai hasil penguasaan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Seni (IPTEKS).
4. Munculnya
kolonialisme politik. Dengan demikian kolonialisme kini tidak lagi berbentuk
fisik, melainkan dalam bentuk informasi.
Manajemen
pendidikan tidak akan pernah bisa lepas dari empat tantangan besar yang
kompleks ini. Keputusan manajemen harus mempertimbangkan faktor-faktor ini, dan
karenanya memahami isu-isu globalisasi dalam dunia pendidikan menjadi kemestian
bagi setiap para pengambil kebijakan di bidang pendidikan, baik itu di tingkat
birokrat-administrator seperti menteri pendidikan, para kepala dinas, dan para
manajer teknis seperti rektor, dekan, dan para kepala sekolah, dan bahkan para
guru yang mengelola pembelajaran di kelas.
BAB
III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Dari
uraian-uraian materi diatas kita dapat menarik kesimpulan atau rangkuman,
antara lain;
1.
Pendekatan dalam
manajemen diantaranya; pendekatan berdasarkan
kebiasaan, pendekatan berdasarkan perilaku individu, pendekatan
berdasarkan perilaku kelompok, pendekatan berdasarkan kerjasama sosial
pendekatan sosioteknik, dll.
2.
Untuk mencapai tujuan sekolah yang
telah dirumuskan yang membutuhkan berbagai keahilan dalam berbagai bidang
pendidikan, secara internal sebuah sekolah yang ingin berkualitas membutuhkan
orang-orang yang memiliki keahlian beragam.
3.
Manajemen dikatakan sebagai suatu proses (management as a process) adalah serangkaian tahap kegiatan yang diarahkan pada pencapaian suatu
tujuan dan pemanfaatan semaksimal
mungkin sumber-sumber yang tersedia.
4.
Manajemen dikatakan sebagai suatu sistem (management as a system) adalah kerangka kerja yang
terdiri dari beberapa komponen/bagian, secara keseluruhan saling berkaitan dan
diorganisir sedemikian rupa dalam rangka mencapai tujuan organisasi.
5.
Irawan (1997: 5)
mendefenisikan bahwa: “Pengelolaan sama dengan manajemen yaitu penggerakan, pengorganisasian
dan pengarahan usaha manusia untuk memanfaatkan secara efektif material dan
fasilitas untuk mencapai suatu tujuan.”
6.
Menurut Young (dalam Kartono, 2003),
Kepemimpinan yaitu
bentuk dominasi yang didasari atas kemampuan pribadi yang sanggup mendorong
atau mengajak orang lain untuk berbuat sesuatu yang berdasarkan penerimaan oleh
kelompoknya, dan memiliki keahlian khusus yang tepat bagi situasi yang khusus.
7. Komunikasi
dalam manajemen dibagi menjadi dua, yaitu komunikasi intern dan komunikasi
ekstern.
8.
Menurut Ali Idrus, (2011:4) dunia
pendidikan Indonesia, saat ini, setidaknya menghadapi empat tantangan besar
yang kompleks, yaitu(1)Tantangan untuk meningkatkan nilai tambah (added value),(2)
Tantangan untuk melakukan pengkajian secara komprehensif dan mendalam terhadap
terjadinya transformasi (perubahan) struktur masyarakat, (3)Tantangan dalam
persaingan global yang semakin ketat, (4)Munculnya kolonialisme politik.
B. SARAN
Sebagai
calon seorang guru kita mahasiswa dan mahasiswi S1-PGSD dituntut mampu
menguasai jalannya proses blajar mengajar di dalam kelas. Dengan kata lain kita
dituntut tidak hanya menjadi seorang pengajar dan pendidik namun juga mampu
menjadi manajer sekurang-kurangnya dalam memanajerial kelas.
Tidak
dapat dipungkiri juga bahwa nantinya kita yang akan menjadi pengganti dari
kepala-kepala sekolah yang ada saat ini, oleh sebab itu pemahaman tentang
manjemen berbasis sekolah dan kepemimpinan perlu dipahami dan dihayati oleh
seorang mahasiswa/i S1 PGSD.
Dengan
adanya makalah ini diharapkan dapat sedikit membantu pemahaman tentang manajemen
berbasis sekolah baik bagi pembaca umumnya, maupin bagi penulis khususnya.
No comments:
Post a Comment